Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan bagi hasil hanya meliputi sumber daya alam seperti kehutanan, pertambangan umum, pertambangan minyak bumi, dan gas bumi. Sektor kepariwisataan memang tidak termasuk dana bagi hasil. “Ini tidak rasional dan tidak adil, karena dana perimbangan yang dialokasikan untuk Provinsi Bali relatif kecil dibandingkan dengan besarnya devisa negara yang dihasilkan dari kontribusi pariwisata Bali,” katanya.
Dipaparkan Pastika, Bali merupakan salah satu provinsi yang tidak mempunyai sumber daya alam, tapi memberikan sumbangan devisa yang cukup besar secara nasional dari sektor pariwisata. Pastika mengklaim besaran sumbangan dana itu mencapai Rp 47 triliun. Kalau tidak direvisi, kata Pastika, “Daerah yang mempunyai SDA akan semakin kaya, sedangkan daerah tanpa SDA akan semakin miskin. Terutama daerah-daerah yang sumber PAD-nya terbatas,” ujar Pastika.
Pastika juga mengusulkan perlunya dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Pembentukan Daerah-Daerah Provinsi Tingkat I Bali NTB dan NTT.