Pelatihan Pariwisata | Jadwal Pelatihan Pariwisata 2016
Membuat iklan kampanye sebagai bagian dari promosi wisata ternyata tak selamanya mendapat pujian. Salah satunya, seperti yang terjadi di Thailand.Seperti dilansir News.au, sebuah iklan yang awalnya dibuat untuk memperomosikan wisata Thailand justru menuai kritikan. Video berdurasi 16 menit berjudul Love en Route ini bertema stalker dinilai menyeramkan oleh industri perjalanan. Video 16 menit tersebut menampilkan fitur seorang pria Amerika yang bepergian ke Thailand untuk menyembuhkan patah hati.Dia berfokus pada akun Instagram dari seorang wanita Thailand yang bepergian untuk mengenang adiknya. Dan di sana, si pria Amerika itupun akhirnya bertemu dengan gadis pemilik akun Instagram di sebuah pantai. Si Pria berdiri di belakang si wanita seolah telah menguntitnya di pinggir pantai.
Ia pun menulis di akun milik si wanita, “#Alone !! #need friend?. Sang wanita pun langsung membalas dengan komentar ia memiliki cukup teman disertai dengan emoji ikan.
Setelah awalnya sang wanita menolak upaya si pria untuk menjalin persahabatan, wanita itu akhirnya menyerah dan mereka menghabiskan waktu tur di Thailand bersama-sama.
Video pun berakhir dengan menunjukkan momen perpisahan di bandara. Keduanya berpisah, namun, setelah berjalan jauh dalam diam wanita kemudian menyadari bahwa ia mungkin menjadi takdir untuknya.
“Saya memulai perjalanan ini untuk mengingat seseorang yang istimewa, tapi sekarang aku bertemu dengan seseorang yang saya tidak akan pernah lupa. Sekarang aku jatuh cinta. Mungkin dia adalah takdir saya,” kata wanita itu menyimpulkan dalam video.
Diproduksi oleh kementerian pariwisata Thailand dan Asosiasi Federasi Film National Thailand, video ini awalnya dimaksudkan sebagai surat cinta untuk mempromosikan pemandangan, suara dan budaya serta mendorong pengunjung untuk berbagi foto dengan teman-teman mereka melalui media sosial mereka.
Namun video ini justru disebut menyeramkan dan dikritik karena adanya adegan penguntit seperti yang diperankan oleh si pria Amerika.
Jennifer Perry, CEO dari Digital-Trust, sebuah organisasi yang membela korban penyalahgunaan digital pun berkomentar, “[Orang dalam video] sedang mencoba untuk menemukan seseorang yang dicintainya secara online tapi untuk melakukan itu ia menjadi seorang penguntit dan melacak keberadaan si wanita itu lewat online,” katanya.
“Mungkin banyak yang menilai video itu biasa saja, tapi di dunia nyata masih banyak orang menyeramkan yang bahkan bisa lebih menakutkan di luar sana yang bisa melakukan tindak kekerasan.”
Ini bukan pertama kalinya Pariwisata Thailand telah mengecam kampanye medianya. Pada bulan November tahun lalu, Thailand juga merilis video berjudul “I Hate Thailand” video yang menggunakan strategi psikologi aneh dan terbalik untuk menarik wisatawan. Video ini awalnya dianggap diposting oleh wisatawan yang ditolak cintanya sampai melakukan perjalanan. Pariwisata Thailand pun akhirnya mengungkapkan mereka berada di belakang aksi tersebut.
Kampanye ini pun dinilai sangat berbahaya karena menyoroti kemudahan di mana orang dapat ditelusuri berkat media sosial. (ren)