Hingga saat ini, nampaknya Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang memiliki institusi pemerintahan di tingkat pusat dengan nomenklatur “Ekonomi Kreatif” (EK). Inggris sendiri sebagai negara yang pertama kali mempopulerkan istilah Industri Kreatif (IK) sebagai inti dari konsep EK, tidak memiliki institusi dengan nama yang sama, melainkan Department of Culture, Media and Sport (DCMS). Dengan demikian, “pekerjaan rumah” yang cukup berat bagi Pemerintah Indonesia adalah mendefinisikan dan menerjemahkan kedua istilah tersebut dalam kebijakan pembangunan nasionalnya. Berkaitan dengan hal tersebut, tulisan ini disusun untuk memberikan kontribusi terhadap peningkatan pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan IK dan EK, khususnya bagi para pembuat kebijakan, dalam rangka membantu proses pembuatan kebijakan pembangunan IK dan EK yang sesuai dengan kebutuhan di Indonesia. Tulisan ini lebih banyak didasarkan kepada data sekunder sebagai referensi. Data primer diperoleh dari pengalaman penulis dalam proses pembuatan kebijakan selama bertugas mengelola masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Biro Kerja Sama Luar Negeri – Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2004-2010), sebagai peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kepariwisataan (2010-2012), dan saat ini sebagai pejabat struktural pada Sekretariat Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif berbasis Seni dan Budaya (participatory observation). Tulisan ini dapat dikatakan belum memberikan pemahaman yang lengkap mengenai apa yang dimaksud dengan IK dan EK, namun sebagai upaya untuk melengkapi minimnya jumlah literatur mengenai masalah ini di Indonesia, terlebih lagi yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan. Silahkan klik disini untuk download pdf
Basuki Antariksa
Bagian Hukum, Kepegawaian dan Organisasi
Sekretariat Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
e-mail: antariksa70@yahoo.com; antariksa.basuki@gmail.com