Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani makin terkesan dengan keseriusan Presiden Joko Widodo, yang membangun Indonesia melalui fondasi pariwisata. Baru kali ini sektor pariwisata menjadi prioritas, selain infrastruktur, pangan, energi dan maritim.”Saya harus jujur mengakui kalau Presiden Jokowi paling serius mengembangkan Pariwisata Indonesia. Terlihat dari struktur anggaran yang berani tanpa bada basi menaikkan dalam persentasi yang siginifikan,” terang Haryadi Sukamdani, Sabtu 4 Juni 2016.Salahkah itu? Tidak! Sama sekali tidak! Haryadi justru menganggap itu sebagai komitmen yang sangat kuat. Sangat strategis. “Kebijakan soal 10 Bali baru ini juga menjadi bukti konkret komitmen presiden. Ini perkerjaan jangka menengah dan panjang. Tapi presiden, meskipun membangun pariwisata itu semua orang tahu, return-nya lama. Investasi besar,” kata Haryadi.
Setelah 10 top destinasi itu, kata Hariyadi, juga akan menambah kawasan pariwisata lagi. Riau, Sumbar, Jabar, Sulsel makin bersaing untuk bangkit. Itu akan menjadi legenda baru bagi republik ini yang mensejahterakan masyarakat dengan model yang berkelanjutan. Riau, Sumbar, Jabar, Sulsel dan seterusnya yang akan switch ke model pembangunan pariwisata yang sustainable.
Pariwisata diam-diam sudah mendrive, konsep Indonesia Incorporated, soliditas bersama untuk bangsa. Ada sinergi BUMN, ada Lembaga dan Kementerian lain yang sekarang bersatu untuk membangun pariwisata. “Ini perkembangan yang bagus,” katanya.
Kebetulan, pariwisata Indonesia juga tidak buruk. Berdasarkan tour and travel competitiveness index versi World Economic Forum (WEF), dengan kualitas layanan berstandar global, pariwisata Indonesia unggul di price.
Indonesia juga kuat di nature dan culture, destinasinya banyak, alamnya indah. Dan budayanya pun sangat kuat. “Yang dibutuhkan saat ini tinggal pembenahan. Misal, turis dari negara-negara bebas visa kunjungan jangan lagi digiring ke visa on arrival,” tambah Haryadi.
Senada dengan Hariyadi, Vice President El John, Johnnie Sugiarto, yang merupakan salah satu pemain besar di bisnis pariwisata nasional, juga sangat yakin akan peluang keberhasilan target yang dicanangkan Jokowi. Dengan potensi yang dimiliki negeri ini, pemerintah dinilai hanya perlu memberikan akses yang lebih lancar bagi para wisatawan untuk darang ke objek-objek wisata yang ada di Indonesia.
“Bukanlah hal yang mustahil bahwa suatu saat nanti devisa Indonesia yang terbesar akan dihasilkan dari pariwisata. Kita melihat betapa potensi pariwisata Indonesia yang begitu banyak dan indah, hanya tidur nyenyak belum tersentuh tangan-tangan dingin investor untuk mengembangkannya,” jelas Johnnie Sugiarto.
Setidaknya ada 10 destinasi prioritas yang dinilai sangat potensial untuk dikembangkan. Borobudur, Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur), Kepulauan seribu (Jakarta), Toba (Sumatera Utara), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Tanjung Lesung (Banten), Morotai (Maluku Utara), dan Tanjung Kelayang (Belitung), dinilai sangat pas untuk diorbitkan menjadi destinasi kelas dunia.
“Keputusan Pak Jokowi menjadikan daerah-daerah tadi menjadi top 10 destinasi prioritas sudah teoat. Sekarang tinggal memperbaiki infrastruktur dan konektifitas yang belum menyambung antara pasar dengan destinasi pariwisata yang sangat menjanjikan itu,” ungkap pria berwajah oriental itu.
Johnie yakin, jika semua lini sepakat mendorong penbangunan infrastruktur dari bandara menuju ke destinasi, maka impian Jokowi menjadikan pariwisata sebagai penghasil devisa terbesar Indonesia bisa cepat tercapai.
“Ada pasar yang sangat besar. Wisatawan nusantara dengan penduduk 250 juta jiwa dan kelompok menengah yang terus tumbuh akan memberikan dampak yang luar biasa bagi industri pariwisata lokal. Belum lagi potensi wisatawan mancanegara. Ini satu-satunya industri yang memutarkan uang paling banyak dan memberikan lapangan kerja paling luas dan beragam. Pemerintah tidak boleh kendor mempromosikan pariwisata Indonesia, karena semua negara tetangga juga sangat mengharapkan devisa dari pasar pariwisata yang sangat besar dan tumbuh terus itu,” paparnya.
Misi Menpar Arief Yahya ke Korea Selatan, bertemu dengan para investor yang bakal menanamkan modal ke Pariwisata Indonesia itu juga positif. Banyak orang yang ingin menanamkan modal ke pariwisata Indonesia, termasuk Cina dan Korea. Ini indikator bahwa pariwisata sudah semakin dinikmati, dan punya prospek besar.***