Pelatihan Diklat Pariwisata dan Desa Wisata dapat diakses disini- MERASA sudah menjelajahi kawasan Puncak sebagai destinasi liburan Anda? Jangan dulu menjawab “iya” bila Anda belum ke Desa Wisata Sarongge. Kawasan Puncak bak gadis molek yang masih memiliki daya magis untuk menyedot wisatawan dari Ibu Kota dan sekitarnya. Meski macet dan harus rela melewati sistem buka-tutup pada akhir pekan, Puncak selalu menarik untuk dijelajahi. Alasannya mungkin sederhana, di Puncak wisatawan dapat merasakan hawa sejuk yang diidam-idamkan lantaran tidak ada di kota besar. Apalagi, letaknya tidak jauh dari Jakarta.
Nah, untuk Anda yang masih penasaran mengeksplorasi setiap sudut kawasan Puncak, ada pesona wisata lain. Namanya Desa Wisata Sarongge. Destinasi ekowisata ini berada di Kampung Sarongge, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Desa Wisata Sarongge mengusung konsep ekowisata dan ekoturisme, di mana wisatawan akan diajak merasakan suasana pedesaan sambil menjaga kelestarian hutan. Maklum, Desa Sarongge merupakan kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Apa saja yang ditawarkan desa wisata ini untuk para wisatawan yang datang? Ternyata banyak, dan dijamin tidak membuat Anda bosan.
Adopsi pohon
Di Desa Wisata Sarongge, Anda bisa mengadopsi pohon, yang merupakan ikon wisata di sini. Program ini sendiri telah dilakukan sejak 2008 dengan tujuan merehabilitasi areal taman nasional yang sudah terlanjur menjadi kebun-kebun sayur, untuk kembali menjadi hutan primer.
Hingga Maret 2013, adopsi pohon telah dilakukan pada 60,664 hektare hutan dengan jumlah 24.093 pohon. Beberapa tokoh nasional yang ikut program adopsi pohon, seperti Presiden SBY dan Ani Yudhoyono, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, presenter Olga Lydia, juga beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu II.
Bila Anda ingin juga mengadopsi pohon, siapkan dana Rp108 ribu per satu pohon. Pembiayaan ini untuk tiga tahun dan nama Anda sebagai adopter akan tercantum pada situs Green Radio.
Belajar ternak domba dan kambing
Ada peternakan domba dan kambing yang dikelola warga lokal, memungkinkan Anda dan keluarga mendapatkan pengalaman edukatif tentang cara beternak. Saat ini, Kampung Sarongge memproduksi sekira 100 ekor kelinci setiap bulannya. Sementara, ternak kambing yang awalnya hanya 40 ekor indukan kini telah berkembang menjadi 200 ekor lebih.
Budidaya lebah madu
Lebah madu merupakan program pengembangan ternak ketiga di Kampung Sarongge. Pada awal program, disebar 40 kotak lebah madu, tapi penggunaan pestisida berlebihan oleh petani justru menggagalkannya. Pada 2011, lebah madu kembali dikembangkan dengan menyebar 20 kotak di pinggiran hutan TNGGP. Kotak-kotak lebah tersebar di sepanjang perbatasan hutan taman nasional dengan batas kampung warga Sarongge.
Budidaya ulat sutera
Di Desa Wisata Sarongge, ada satu pengrajin kain sutra yang terbilang sudah berproduksi secara simultan, yaitu Kelompok Usaha Bersama (KUB) Aurista. Anda bisa melihat dan mempelajari proses produksi kain sutra, mulai budidaya ulat sutera, kebun daun murbei, hingga pemintalan benang dan produksi kain.
Perkebunan sereh wangi
Tanaman sereh wangi dikembangkan petani Kampung Sarongge karena bernilai cukup tinggi di pasaran. Minyak sereh dijadikan bahan campuran sabun, kosmetik, dan minyak gosok. Anda bisa melihat proses pembuatan dan membeli olahan sereh wangi di Desa Wisata Sarongge.
Pertanian organik
Petani di Kampung Sarongge telah mengembangkan pertanian organik yang bebas pestisida dan menggunakan pupuk alami. Di sini, Anda bisa membeli sayuran segar langsung dari petaninya, seperti wortel, bayam merah, lobak, kol, tomat, selada, dan sebagainya. Selain segar, harganya juga murah dibandingkan di supermarket.
Camping ground dan trekking
Camping Ground Sarongge dibangun di atas areal kebun sayur dalam kawasan TNGGP seluas 2 hektare. Area ini dilengkapi fasilitas tenda, rumah pohon, aula merangkap gudang, dapur, dan toilet umum. Tempat ini ditujukan sebagai pusat pendidikan alam dengan jelajah hutan alias trekking.
Anda bisa trekking sekira 2 jam untuk menuju Pohon Ki Hujan. Pohon ini berbunga setahun sekali, biasanya pada Oktober. Saat bunganya rontok, mirip hujan turun. Ki Hujan di Hutan Sarongge diperkirakan ada yang sudah berumur 200 tahun. Lingkar batangnya diperkirakan 7 meter, dan setidaknya butuh 6 orang dewasa untuk mengelilingi batang pohon tersebut.
Anda juga bisa trekking selama 4-5 jam menuju Curug atau Air Terjun Ciheulang. Di sini ada mata air aneka rasa, salah satunya berasa asam. Di hulunya, diperkirakan sumber mata air ini bercampur gas belerang, yang memang muncul di banyak tempat di Gunung Gede. Selama trekking, Anda juga bisa mengenal berbagai tanaman herbal yang digunakan masyarakat sekitar.
Untuk mencapai Desa Wisata Sarongge, dari Jakarta Anda bisa melalui rute Jakarta-Bogor-Puncak-Pacet dengan jarak tempuh kurang lebih 100km atau sekira 3 jam perjalanan menggunakan kendaraan roda empat. Sementara dari Bandung, Anda bisa melewati jalur Bandung-Cianjur-Cipanas-Pacet dengan jarak tempuh kurang lebih 85km atau sekira 2 jam perjalanan menggunakan kendaraan roda empat. Estimasi ini tentu bukan untuk perjalanan akhir pekan, yang biasanya lebih macet.
Bila ingin menginap, Anda bisa menyewa homestay di sini. Ada sekira 20 homestay yang disewakan oleh warga setempat dengan tarif sekira Rp65 ribu per kamar, sudah termasuk sarapan.