Sektor yang tengah digodok menjadi andalan Indonesia, yakni sektor pariwisata masih terganjal dengan tantangan perbaikan lingkungan. Praktisi pendidikan menilai perbaikan bisa dimulai dengan memperbaiki kualitas SDM tenaga pengajar. Berdasarkan data World Economic Forum tentang indeks daya saing pariwisata pada 2017, Indonesia masih jauh tertinggal di bawah Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Sri Lanka untuk kategori kebersihan.Staf pengajar Universitas Negeri Jakarta Erry Utomo mengatakan perbaikan pembangunan harus bisa dimulai melalui perbaikan pendidikan, termasuk dari sejak pendidikan dasar. Hal itu didasari oleh definisi pembangunan yang berkelanjutan merupakan pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan sekarang tanpa menghilangkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
“Bagaimana kita memperkuat sumberdaya manusia melalui pendidikan untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan. Inilah tugas guru,” katanya. Guru sekolah menjadi ujung tombak keberhasilan implementasi SDG. Oleh sebab itu, mereka perlu memiliki pemahaman dan penguasaan SDG yang baik. Salah satunya diupayakan melalui pelatihan kurikulum 2013 yang dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat pusat, tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota dan tingkat sekolah.
Menurut Erry, kurikulum 2013 sendiri sudah memenuhi konsep SDG dengan memasukkan demokrasi, keberagaman, hak asasi manusia, dan lainnya.
Program peningkatan kapasitas ini terus dikaji agar penyelenggaraannya dapat dioptimalkan dan efektif dalam mencapai hasil yang diharapkan.
Untuk menunjang pendidikan yang mumpuni, dikenal perspektif education for sustainable development atau (ESD) yang mencakup pada tiga konsep, antara lain sosial, ekonomi, dan lingkungan.
“Pendidikan yang berkelanjutan adalah memberikan tidak hanya sampai tingkat tahu, tapi hingga pada kesadaran. Ini yang susah. Kalau guru hanya mengajarkan membaca dan menulis maka tidak akan memberikan pemahaman yang mendalam. Namun, harus ada praktik,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, perlunya pendidikan yang holistik yang memenuhi sistem belajar tidak hanya di kelas, tetapi juga di luar kelas. Anak-anak diajarkan mencintai alamnya dengan tidak hanya memahami konsep, tetapi juga sistemnya.
Dia memisalkan, anak-anak tidak hanya diajarkan mengenai konsep daun, tetapi sistem daun yang menghasilkan oksigen yang dibutuhkan manusia.
Tak hanya masalah pengetahuan, anak-anak juga perlu diasah keahliannya atau skill. Yang dimaksud skill harus memenuhi 4C, yakni berpikir kritis (critical thingking), berpikir kreatif (creative thingking), kerja sama (collaboration), dan komunikasi (communication).
Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan Kementerian Pariwisata Ahman Sya mengatakan selain kebersihan, beberapa rapor merah pariwisata Indonesia di antaranya, keamanan, ketersediaan teknologi, infrastruktur, dan serta kesehatan.
“Sumber daya manusia kita masih terbatas pengetahuannya, terutama di pulau-pulau terluar. Kalau kita membangun ketahanan pariwisata di pulau terdepan, maka parisiwisata kita akan semakin baik. Yang perlu diperbaiki adalah sumber daya mausianya,” katanya.