Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berpandangan Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali perlu didukung dengan aturan atau regulasi yang lebih detail supaya implementasinya lebih efektif.”Pemerintah Provinsi Bali harus cepat membuat regulasi detailnya supaya ada kepastian hukum. Jika tidak, maka dalam suasana abu-abu ini dapat memberikan peluang bagi pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan tetapi tidak mengindahkan budaya Bali,” kata Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, di Denpasar, Sabtu (16/11/2013). Pihaknya melihat perda tersebut hingga kini belum seluruhnya berjalan karena hal-hal yang diatur mengenai pariwisata budaya masih perlu diredefinisikan kembali.
“Diredefinisikan dalam konteks kekinian baik secara fisik, perilaku maupun nilai-nilai lainnya yang perlu dipertahankan,” ujar mantan Bupati Gianyar itu.
Pria yang akrab dipanggil Cok Ace itu mencontohkan pada perda tidak disebutkan persyaratan ketinggian bangunan.
“Di sisi lain, bangunan-bangunan penunjang pariwisata dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir sudah marak dibangun mengarah ke bawah. Hal seperti ini juga tidak diatur dalam perda, termasuk penampilan bangunan yang disyaratkan mendukung pariwisata budaya juga perlu didetailkan,” ucapnya.
Oleh karena itu, lanjut Cok Ace, apa yang sudah dirumuskan dalam perda masih banyak yang perlu diredefinisikan agar sesuai dengan perkembangan zaman yang dicirikan dengan penggunaan berbagai teknologi baru.
“Regulasi detailnya bisa saja dalam bentuk peraturan gubernur ataupun peraturan daerah lainnya, yang intinya sesuai dengan mekanisme dalam penyusunan aturan. Termasuk diperlukan aturan di tingkat kabupaten/kota,” ujarnya.
Cok Ace menambahkan kalau perda tidak bisa diimplementasikan, sama artinya hanya akan menjadi “macan kertas