Promosi Pariwisata lewat Jazz
Perhelatan Java Jazz tahun ini telah menginjak usia ke-16. Dalam perkembangannya, Java Jazz tak sekadar festival yang mempertemukan musisi jaz dan pop kaliber dunia dengan penggemarnya di Tanah Air. Festival itu telah bermetamorfosis menjadi sebuah agenda wisata yang mampu mencuri perhatian wisatawan mancanegara.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Java Jazz menampilkan sejumlah musisi kenamaan dunia sebagai daya tarik penonton. Penampilan mereka, terbukti mampu menyedot perhatian tak hanya pencinta jaz, tetapi juga penikmat genre musik yang lain.
Jumlah penonton Java Jazz pun meningkat dari tahun ke tahun, dan tergolong cukup besar untuk sebuah event festival musik. Pada awal penyelenggaraan pada 2005, Java Jazz ditonton sekitar 48.000 penonton. Kini jumlah itu berlipat tiga kali di kisaran 110.000 hingga 120.000 penonton.
Hal yang membanggakan, penonton tidak hanya datang dari Indonesia, tetapi juga dari mancanegara. Inilah yang menempatkan Java Jazz sebagai salah satu festival jaz terbesar sejagat, dan sudah masuk dalam agenda festival para musisi dunia.
Fakta inilah yang membuat festival yang digagas oleh Peter F Gontha, pengusaha dan mantan dubes RI untuk Polandia tersebut, oleh Kementerian Pariwisata dijadikan salah satu ikon pariwisata nasional, karena mampu membawa Indonesia ke pentas dunia. Dari panggung pentas musisi jazz nasional dan internasional, dunia menatap Indonesia.
Java Jazz seolah mengemban dwifungsi. Selain menjadi agenda pariwisata yang terbukti mampu mengundang wisatawan mancanegara, Java Jazz sekaligus menjadi sarana promosi wisata. Atmosfer yang ditampilkan kerap mengeksplorasi keberagaman yang menjadi karakter bangsa Indonesia. Dari tema yang diusung, mempertegas bahwa penyelenggaraan Java Jazz tak sekadar menampilkan musik jazz, juga menjadi etalase budaya Tanah Air. Hal ini membuat festival itu menjadi salah satu calendar event andalan di sektor pariwisata.
Menjadikan Java Jazz sebagai agenda wisata sekaligus sarana promosi pariwisata adalah langkah tepat dan strategis. Di mana pun, sektor pariwisata sangat bergantung pada intensitas promosi. Tanpa itu, pariwisata akan mati.
Sarana promosi wisata paling efektif saat ini adalah melalui event. Selama ini ada dua event yang kerap dijadikan ajang promosi wisata, yakni olahraga (sport tourism) dan pergelaran musik (music tourism). Untuk event musik, antara lain Ambon Jazz Festival di Maluku, Jazz Gunung Bromo (Jatim), Ubud Village Jazz Festival (Bali), Banyuwangi Jazz Festival, dan tentu saja Java Jazz.
Melalui perhelatan olahraga dan musik, promosi wisata lebih efektif dilakukan. Ada dua alasan, pertama, kegiatan olahraga dan musik umumnya digagas oleh swasta, sehingga melibatkan pihak sponsor. Dengan demikian, dari sisi pendanaan dan penyelenggaraan, pemerintah cukup terbantu.
Kedua, ajang olahraga dan pertunjukan musik umumnya mendapat liputan media yang masif, baik dari media nasional maupun internasional. Apalagi, pihak penyelenggara sangat berkepentingan event yang digelarnya diketahui publik secara luas, hingga ke luar negeri. Sebab, salah satu tolok ukur sukses tidaknya sebuah event adalah seberapa luas publikasi dilakukan.
Dengan demikian, jika sebuah event olahraga dan musik dikemas dengan menggabungkan elemen-elemen turisme, seperti budaya dan destinasi pariwisata, akan menjadi sarana promosi yang efektif melalui publikasi media massa. Selain itu, para pelaku atau mereka yang terlibat dalam event, seperti atlet dan artis, menjadi “duta besar” yang turut mempromosikan kekayaan wisata di Tanah Air.
Inilah kekuatan utama Java Jazz, baik sebagai agenda wisata dan sarana promosi wisata. Musik sebagai bahasa universal, menjadi sarana efektif untuk menyampaikan pesan. Melalui musik, kita berharap wisatawan mancanegara mengetahui lebih banyak tentang kekayaan budaya dan wisata di Tanah Air.
Apalagi, saat ini dunia tengah dicekam kekhawatiran wabah virus corona. Banyak negara membatasi diri dari kunjungan warga negara lain, dan sebaliknya melarang warganya pergi ke negara lain. Kenyataan ini tentu sangat memukul dunia pariwisata. Oleh karenanya, promosi dan insentif harus digencarkan untuk tetap menarik minat pelancong dari luar negeri, dengan tetap mengedepanan antisipasi agar virus korona tak masuk ke Indonesia.
Keikutsertaan sederet musisi mancanegara papan atas dalam setiap pergelaran, menjadi kampanye mujarab bahwa Indonesia layak untuk dikunjungi. Hal itu sekaligus bukti nyata bahwa brand Java Jazz cukup diperhitungkan, sehingga membuat para artis dunia bergiliran tampil di belasan panggung yang disiapkan untuk memanjakan penggemar musik.
Para musisi dunia yang pernah tampil di panggung Java Jazz diharapkan menjadi duta pariwisata. Mereka bisa menularkan bagaimana sambutan antusias penonton di Jakarta, sehingga melahirkan minat musisi dunia lainnya untuk mengecap pengalaman tampil di Java Jazz.
Dari fakta-fakta tersebut, jelas bahwa Java Jazz layak disebut sebagai magnet pariwisata nasional. Java Jazz tidak hanya etalase kreativitas musisi dalam dan luar negeri, tetapi telah menjelma menjadi etalase Indonesia. Melalui seni musik, diplomasi pariwisata nasional diperkuat.