Terkait Covid-19, Pelaku Usaha Pariwisata Sebaiknya Permudah Proses Refund
Artikel Pariwisata – Dampak pandemi virus corona (covid-19) salah satunya dirasakan sektor pariwisata. Permintaan refund (pengembalian dana) dari konsumen meningkat, terutama untuk tiket pesawat dan hotel.
Pariwisata Terkait aturan refund saat masa pandemi virus corona, menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, maskapai penerbangan sebaiknya tidak mempersulit proses refund. Di sisi lain, Tulus menyarankan agar konsumen juga sebaiknya membaca dengan seksama persyaratan dan perjanjian awal untuk pembelian tiket. “Apakah tiket itu refundable atau non-refundable. Kalau di awal dikatakan refundable harusnya dikembalikan tanpa dikenakan potongan apa pun. Nah kalau non-refundable, itu berbeda,” ujar Tulus kepada Kompas.com, Selasa (17/3/2020). Namun, karena kondisi saat ini dipandang sebagai kondisi darurat, maka seharusnya pelaku usaha sebaiknya tidak “menghanguskan” tiket konsumen. “Karena kan niatnya konsumen tidak membatalkan tapi karena kondisi darurat di mana keamanan jadi prioritas semua orang seharusnya tidak dipotong (biaya refund),” jelas Tulus. “Harusnya dalam kasus tiket, Kementerian Perhubungan mungkin bisa memberikan aturan bahwa maskapai harus melakukan refund pada konsumen,” lanjutnya. Tulus juga menyarankan sebaiknya konsumen memberi tahu lebih awal jika ingin dibatalkan, sehingga ada waktu bagi pelaku usaha untuk memproses pembatalan tersebut. Lihat Foto Wisatawan menikmati senja di Pantai Seminyak, Badung, Bali, Senin (22/7/2019). Pantai Seminyak menjadi salah satu lokasi favorit wisatawan untuk menyaksikan matahari terbenam.
Bagaimana sebaiknya pelaku usaha bersikap? Menurut Founder and Chairman MarkPlus Inc, Hermawan Kartajaya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pelaku usaha pariwisata dalam memperkuat branding. “Di waktu krisis, integrity diuji soal apa yang kamu janjikan. Ketika diuji dengan krisis, apakah kamu tetap konsisten terhadap janji yang kamu berikan pada customer,” ujar Hermawan pada Kompas.com, Selasa (17/3/2020). “Banyak brand yang janji, customer satisfaction is everything. Tapi pada waktu krisis itu tidak dilaksanakan,” lanjutnya. Menurutnya, salah satu hal yang bisa dilakukan pelaku usaha untuk memperkuat image mereka adalah lewat pemberian opsi penundaan perjalanan yang kemudian ditambah dengan berbagai bonus dan fasilitas yang menguntungkan. “Jangan refund tapi delay. Janjikan hal melebihi yang ditawarkan di awal. Intinya brand akan melayani lebih baik dan melewati janji yang mereka berikan,” jelas Hermawan. Jika pelaku usaha memberikan pelayanan seperti ini, menurut Hermawan, brand tersebut bisa saja malah lebih kuat paska krisis pandemi corona. Lihat Foto ILUSTRASI – Pelancong di Hanoi, Vietnam(Shutterstock) “Karena kalau refund itu kan sama-sama rugi baik maskapai atau pun pelanggan. Biayanya dipotong macam-macam, jadi lebih baik kasih pilihan delay saja,” tegasnya. Hal yang sama juga diungkapkan oleh akademisi dan praktisi bisnis, Rhenald Kasali. Menurutnya, opsi selain refund bisa jadi pilihan yang bijaksana. “Misalnya, saya mau pergi ke Jawa Tengah tapi karena ada imbauan ini saya menunda. Kalau tiket saya dihitung hangus, saya kecewa karena sebenarnya tetap akan pergi di bulan depan ketika virus sudah reda karena sudah direncanakan,” jelas Rhenald kepada Kompas.com, Selasa (17/3/2020). Selain itu, menurut Rhenald, maskapai penerbangan harus bisa mengantisipasi kemungkinan lonjakan dari penundaan perjalanan. “Jangan terlalu fokus terhadap refund. Lebih baik berikan saja dan buat sistem yang mempermudah konsumen,” kata Rhenald.