Ditahun 2014 mendatang yang merupakan tahun politik dimana pesta demokrasi akan dilaksanakan. Bukannya tidak berimbas bagi dunia pariwisata, hal ini pasti berimbas, baik dilevel nasional maupun daerah. Bagaimana tidak, para pengambil kebijakan saat ini pun sedang dirundung kegalauan, di level nasional Kementrian Pariwisata dan Ekonomi kreatif yang membawahi masalah kepariwisataan pun belum ada kejelasan apakah akan tetap menggunakan nomenklatur ekonomi kreatif atau akan kembali ke Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata seperti dahulu kala. Perubahan nomenklatur ini pun nantinya akan berimbas pada pelaksanaan program dan kebijakan kepariwisataan secara nasional. Bisa jadi Kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif pun dibubarkan dan program-program kepariwisataan yang telah ditetapkan dalam APBN 2014 pun dapat terbengkalai.
Bagaimana kita dapat menyaingi Malaysia atau Singapura dalam pengembangan pariwisata sementara kebijakan kita berubah-rubah sesuai selera pemimpin yang duduk dan berkuasa. Dilevel daerah pun tidak jauh berbeda meskipun tahun 2014 di beberapa daerah tidak menyebabkan perubahan di level pimpinan daerah karena masa jabatan yang masih panjang. Namun tidak otomatis akan menyebabkan perubahan di level kebijakan pariwisata makro. Minimal eksekutif di tahun 2014 harus bekerja keras untuk memberikan kesadaran akan pentingnya pariwisata kepada legeslatif dan itu butuh waktu.
Padahal kalau kita sadar benar, pariwisata bukan sesuatu yang instan dan langsung jadi serta wisatawan langsung berkunjung ke destinasi kita. Butuh waktu, butuh proses dan butuh kompromi dari banyak pihak. Keberlanjutan program-program kepariwisataan menjadi penting, karena mengembangkan pariwisata sama saja mengembangkan ‘rasa’ dan tidak semua pimpinan di level birokrasi paham akan hal ini. Pengertian pariwisata yang dipahamipun berbeda-beda ada yang mengartikan pariwisata sebagai kegiatan kesenian dan melaksanakan event kesenian sebanyak-banyaknya, ada yang mengartikan pariwisata sebagai kegiatan promosi yang berkesinambungan bahkan ada yang mengartikan pariwisata sebagai kegiatan penguatan kelompok sadar pariwisata.
Ditahun 2014 ini, bisa jadi permasalahan pariwisata akan sedikit tersingkirkan, dan kurang diperhatikan karena dianggap tidak pioritas dan tidak menyangkut hajat hidup orang banyak. Padahal kalau kita pahami secara benar, multiplier effect pariwisata sangat besar. Menjadi contoh yang nyata liburan menjelang pergantian tahun membuat Jogja kualahan melayani wisatawan. Daya dukung infrastrukturpun menjadi tidak memadai macet dimana-mana. Namun disisi lain usaha kecil pun berkembang, Malioboro sebagai etalase Pariwisata dan ekonomi kreatif di DIY menjadi ikut kualahan melayani konsumen. Menjadi harapan yang sangat besar bagi stakeholder pariwisata di DIY, agar ditahun 2014 pengambil kebijakan di bidang pariwisata tidak ikut galau menghadapi tahun politik.
Hairullah Gazali
Deputy Executive Director Jogja Tourism Training Center UGM
Bulaksumur C-9 (0816592791) e-mail [email protected] FB: hairullah Gazali