Menteri Pariwisata Arief menanggapi data Bank Dunia yang menyatakan belanja di sektor wisata tergolong rendah ketimbang negara-negara lain. Menurut Arief, data yang dipaparkan Bank Dunia tak seperti yang tercatat di kementeriannya.
“(Data Bank Dunia) Enggak mungkin itu. Kita rata-rata spending (belanja) per arrival (kedatangan per turis) itu US$ 1.100,” ujar Arief saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Selasa petang, 2 Juli 2019.Adapun rata-rata pendapatan pariwisata per hari di pintu-pintu utama destinasi, seperti Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Bandara Internasional Ngurah Rai Bali, mencapai US$ 1.200 per turis.
Data Kementerian Pariwisata ini merupakan catatan baru yang dihimpun pada 2018-2019. Adapun sepanjang 2018, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara atau wisman mencapai 15,81 juta.
Bank Dunia dalam laporan kuartal I tahun 2019 kemarin, 1 Juli, memaparkan rendahnya pendapatan pariwisata turis di Indonesia, baik turis lokal maupun mancanegara. Country Lead Economist Bank Dunia di Indonesia Frederico Gil Sander mengatakan, dari sisi kontribusi spending atau belanja, Indonesia menempati posisi terendah dibandingkan dengan enam negara lainnya yang mengandalkan sektor wisata.
“Spending (belanja) turis selama liburan di Indonesia hanya US$ 165,” ujar Sander dalam diskusi Indonesia Economic Quarterly di kawasan SCBD Sudirman, Jakarta.
Indonesia tercatat kalah dengan Malaysia, Costa Rica, Fiji, Vietnam, Thailand, dan Maladewa. Maladewa menempati posisi tertinggi dengan pengeluaran turis sebesar US$ 2.523. Pendapatan itu tercatat sebagai kontribusi devisa bagi negara.
Selanjutnya, Thailand menempati posisi kedua dengan jumlah belanja mencapai US$ 2.516. Kemudian, turis yang berlibur di Vietnam umumnya membelanjakan uangnya sebesar US$ 2.258, Fiji US$ 1.645, Costarica US$ 1.596, dan Malaysia US$ 526.
Sander memandang, Indonesia selama ini terlampau agresif untuk meningkatkan jumlah kunjungan turis. Padahal, menurut dia, penerimaan dari sektor wisata malah potensial berkurang bila terjadi over-tourism. Arief menyebut, data Bank Dunia tampak tak realistis. Menurut dia, selisih belanja pariwisata turis di Indonesia dan negara-negara lain semestinya tak mencapai 10 kali lipat lebih rendah. “Kalau mau keluarkan data 1/10-nya itu mestinya dia (Bank Dunia) introspeksi dulu,” ucapnya.
Di temui terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan belanja pariwisata turis selama ini kurang maksimal karena beberapa faktor. Di antaranya soal pelayanan hingga infrastruktur. “Banyak orang datang tapi kita enggak siap di dalam. Tidak siap infrastruktur, tidak siap handycraft, budaya tidak dipoles,” ucap Luhut di kantornya, Selasa petang, 2 Juli 2019.