Pemerintah dan Kebijakan Pariwisata

regulasi

Kebijakan pariwisata umumnya dipandang sebagai bagian dari kebijakan ekonomi. Kebijakan ekonomi berhubungan dengan struktur dan pertumbuhan ekonomi yang biasanya diwujudkan dalam perencanaan pariwisata. Beberapa faktor kunci yang menjadi perhatian kebijakan ekonomi misalnya ketenagakerjaan, investasi dan keuangan, industri, dan perdagangan (Gee, 2000: 28). Lebih lanjut Gee (2000:28) menjelaskan bahwa formulasi kebijakan pariwisata merupakan tanggung jawab penting yang harus dilakukan oleh pemerintah yang ingin mengembangkan atau mempertahankan pariwisata sebagai bagian yang integral dalam perekonomian. Gee (1997: 286) lebih tegas dijelaskan kebijakan umumnya mengacu pada rencana, keseluruhan tingkat tinggi yang mencakup tujuan dan prosedur. Untuk itu kebijakan publik, memperhitungkan hasil akhir yang diinginkan dari pemerintah dan metode untuk mencapai hasil tersebut. Kebijakan mewujudkan tujuan dan strategi yang telah diadopsi pemerintah sehubungan dengan pariwisata, pembangunan ekonomi, pekerjaan, hubungan politik, atau, kombinasi dari ketiganya. Karenanya keterlibatan sektor public sangat penting dalam penentuan kebijakan pariwisata. Menurut Gun and Var (2002: 106 ) menyebutkan ruang lingkup kebijakan pariwisata nasional telah menjadi alat promosi untuk menarik kunjungan wisatawan. Kebijakan yang dibuat semua untuk usaha peningkatan citra destinasi wisata. Dalam dekade terakhir kerjasama dan kolaborasi antar lembaga pemerintah dan swasta semakin kuat. Kebijakan pengembangan pariwisata perlu dilaksanakan oleh sektor swasta serta sektor publik. Untuk itu sinergi antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat sangat diperlukan dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata. Pemerintah, swasta, dan masyarakat harus memiliki pilihan untuk melakukan sesuatu yang konstruktif tentang kebijakan pariwisata. Hal ini merupakan peluang dan sekaligus kewajiban untuk membuat, mengimplementasikan dan memelihara dengan baik sebuah kebijakan yang dibuat. Hal yang paling penting adalah koordinasi dengan sektor swasta dan pemerintah untuk menghindari kekhawatiran terhadap kesejahteraan publik (Gun and Var (2002: 117 ).

Menurut Richter & Richter (Michael Hall, 2000;25) hampir secara universal pemerintah di dunia menerima pariwisata yang memiliki dampak postif, sehingga kebijakan pariwisata di buat untuk memperluas industri pariwisata. 12 Salah satu kebijakan yang dapat dilakuk Salah satu kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah memberikan isentif keuangan untuk menarik investasi masuk. Isentif ini dapat berupa hibah atau pinjaman yang diberikan untuk proyek-proyek dengan kreteria tertentu. Menurut Theobald (2005), berbagai insentif yang tersedia di bidang pariwisata, dan ini mungkin secara luas diklasifikasikan sebagai berikut insentif keuangan; pengurangan biaya modal; pengurangan biaya operasi, dan investasi keamanan. Menurut Mill and Morrison (dalam Michael Hall, 2000:27) ada lima bidang utama keterlibatan sektor publik dalam pariwisata yaitu koordinasi, perencanaan, perundang-undangan dan peraturan, kewirausahaan dan stimulasi. Koordinasi; pariwisata yang terdiri dari berbagai macam sektor sering menimbulkan konflik kepentingan, maka koordinasi dalam pemanfaatan sumber daya sangat penting. Selain itu penyeimbangan berbagai peran dalam proses pengembangan pariwisata menjadi tanggung jawab pemerintah.

Perencanaan; perencanaan pariwisata terjadi dalam bentuk pengembangan, infrastruktur, promosi dan pemasaran, struktur (organisasi yang berbeda-beda) dan skala (internasional, nasional, local dan sektoral). Perencanaan pariwisata harus berjalan seiring dengan kebijakan pariwisata. Tetapi dalam pembentukan kebaijakan, perencanaan merupakan proses politik yang hasilnya bisa menjadi dominasi bagi kepentingan dan nilai berbagai pihak. Peraturan dan perundang-undangan; pemerintah mempunyai kekuasaan hukum dan perundang-undangan yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan industry pariwisata. Keterlibatan pemerintah mulai dari kebijakan paspor dan visa, pemanfaatan lahan, tenaga kerja, upah dan lainnya. Stimulasi; pemerintah dapat melakukan stimulasi pariwisata melalui insentif secara financial seperti pinjaman berbungan rendah (Theobald, 2005). Membiayai penelitian pariwisata, menstimulasi pariwisata melalui pemasaran, promosi, dan pelayanan pada pengunjung. Menurut Mildleton (Michael Hall, 2000: 34), pemasaran merupakan fungsi dominan dalam kebijakan penyelenggaraan pariwisata. Pariwisata berkelanjutan, pariwisata sex, keselamatan perjalanan, pariwisata kesehatan merupakan beberapa faktor yang melibatkan peraturan, perencanaan, kebijakan publik yang terkait dengan pariwisata. Masalah Pariwisata berkelanjutan menjadi suatu kebijakan yang terus akan berkembang searah dengan peningkatan dampak dari pariwisata dunia masa depan akibat pembangunan fasilitas dan tekanan fisik lingkungan (Edgell, Allen, Smith and Swansonz, 2008; 69, 332). Dijelaskan pula bahwa pariwisata berkelanjutan akan tetap menjadi isu perencanaan dan kebijakan pada tingkat internasional, regional dan nasional.

Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat. Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di +62 812-3299-9470.

Baca juga: Regulasi Pariwisata Halal di Indonesia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *