Regulasi Pariwisata Halal Di Indonesia

halal

Di Indonesia secara masif digaungkan digaungkan terkait pariwisata halal, namun patut disayangkan terkait regulasi untuk mengatur tentang pariwisata halal itu sendiri belum diatur secara jelas. Selama ini regulasi untuk pariwisata halal hanya berpatokan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, meskipun Dewan Syariah Indonesia Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan Fatwa Nomor 108/DSNMUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Syariah. Namun demikian jika fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tersebut tidak dituangkan dalam bentuk aturan Undang-undang ataupun Peraturan Menteri oleh Kementerian Pariwisata, maka fatwa tersebut tidak akan berlaku secara efektif. Padahal untuk dampak-dampak positif telah banyak dirasakan dengan adanya pariwisata halal yang ada di Indonesia, terlebih kepada dampak positif di bidang ekonomi dan lapangan pekekerjaan. Regulasi terkait pariwisata halal dapat saja dibuat dalam bentuk Peraturan Gubernur ataupun Peraturan Daerah, seperti Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pariwisata Halal yang ada di Lombok NTB, tidak dapat berlaku secara menyeluruh. Dalam artian Peraturan Daerah tersebut hanya berlaku di Lombok NTB saja. Dalam hal ini Kementerian Pariwisata harus bergerak cepat untuk menciptakan regulasi tersebut, karena jika tidak segera dibuat akan membuat kebingungan tersendiri bagi pelaku-pelaku yang terkait dalam pariwisata halal ketika akan menjalankan usahanya karena tidak ada pedoman yang harus dikuti.23 Mengapa regulasi tentang pariwisata halal yang paling utama harus ada? Ini karena setelah adanya regulasi pariwisata halal tersebut, maka akan ada kebijakan-kebijakan selanjutnya untuk mendukung berkembanganya pariwisata halal tersebut. Maka ada 10 (sepuluh) tahapan prioritas pengembangan pariwisata halal di Indonesia yang telah direncanakan oleh pemerintah Indonesia yaitu :

1. Regulasi pariwisata halal 2. Sertifikasi dan standarisasi 3. Muslim visitor guide 4. Pengembangan dan riset 5. Monitoring dan evaluasi IMTI (Indonesia Muslim Travel Index) 6. Monitoring dan evaluasi DSRA (Desain, Strategi, Rencana Aksi) 7. Daya tarik dan paket wisata halal 8. Penguatan pemahaman pariwisata halal 9. Marketing Outrech 10. Sistem informasi digital

Dari tahapan-tahapan tersebut, maka dapat diketahui bahwa masih banyak sekali kebijakan-kebijakan yang perlu diatur lebih lanjut untuk pengembangan pariwisata halal, jika nantinya terbentuk regulasi pariwisata halal. Karena telah kita ketahui sendiri bahwa Indonesia mempunyai potensi yang sangat mendukung untuk menjadi destinasi wisata halal pada tahun yang akan datang selanjutnya, namun masih dengan regulasi yang lemah, maka hal ini akan menjadi batu sandungan tersendiri bagi pariwisata halal di Indonesia. Apalagi setelah pandemi covid-19 berakhir, tentu saja akan terjadi gelombang datanganya turis atau wisatawan baik muslim dan non-muslim yang siap untuk berlibur dan memenuhi destinasidestinasi wisata yang ada di Indonesia, dari hal tersebut pemerintah harusnya lebih sigap untuk segera membuat regulasi-regulasi yang jelas terkait pariwisata, dan khususnya pariwisata halal. Seharusnya dengan adanya penghargaan pariwisata halal Indonesia yang selalu unggul di mancanegara, harus diimbangi dengan hal-hal lain yang terkait, seperti percepatan regulasi yang memadai dan pasti untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pariwisata halal di Indonesia. Maka ada beberapa hal yang patutnya diperhatikan dan dilakukan oleh pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Pariwisata terkait keberadaan pariwisata halal di Indonesia yang dirangkum dalam beberapa poin utama : pertama, percepatan regulasi khusus tentang pariwisata halal, karena selama perkembangannya pariwisata halal hanya berpedoman dengan Undang-Undang Pariwisata, yang notabenenya hanya mengatur secara umum tentang pariwisata. Hal ini untuk menghindari kekosongan hukum yang mengatur secara khusus terkait pariwisata halal, jika nantinya ditemukan perkara-perkara hukum yang terjadi pada pariwisata halal di Indonesia. Kedua, adanya koordinasi secara berkala dalam pembaruan regulasi-regulasi pariwisata halal di Indonesia antara lembaga yang menaungi mengenai sertifikasi dan standarisasi halal yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Kementrian Pariwisata. Hal ini berkaitan dengan mempositifkan aturan atau fatwa yang dikeluarkan oleh MUI mengenai pariwisata halal oleh Kementerian Pariwisata, agar berlaku secara menyeluruh dan efektif di Indonesia. Ketiga, Persiapan hal-hal lain disamping percepatan regulasi pariwisata halal, seperti pembaruan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai seiring perkembangan zaman yang semakin modern di bidang pariwisata halal.

Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat. Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di +62 812-3299-9470.

Baca juga: Pemerintah dan Kebijakan Pariwisata

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *